Jumat, 19 Agustus 2016

Falsafah Pancasila



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kepribadian Pancasila yang telah tumbuh dan pada proses pembelajaran di perguruan tinggi, diharapkan terus berkembang menjadi kepribadian bangsa yang solid, sehingga dimanapun manusia Indonesia berada akan tampil sebagai duta bangsa yang baik.
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa-mahasiswi memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas.Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, patriotisme, cinta tanah air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara. Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diatasi dengan pemikiran yang berdasarkan Pancasila.
Mempelajari pancasila bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang beragama dengan sikap dan perilaku yang memiliki tanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, mampu mengenali masalah hidup dan cakap dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, mengenali perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, serta memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi. Melalui pendidikan Pancasila ini warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari.



B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa pengertian pancasila?
b.      Apa kedudukan, fungsi dan peranan pancasila?
c.       Pancasila dalam pendekatan filsafat?
d.      Apa makna pancasila sebagai dasar negara?
e.       Apa makna pancasila sebagai etika politik?
f.       Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional dan bagaimana pengimplementasiannya sebagai ideologi nasional?
g.      Bagaimana pancasila berperan sebagai paradigma pembangunan nasional?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PANCASILA
1.    Secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima.
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yangmemiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).


Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara.Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah:
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat[1]
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat[2]
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan[3]
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah gotong royong”.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[4]
B.     Kedudukan, Fungsi dan Peranan Pancasila
1.      Kedudukan Pancasila
Pancasila mempunyai kedudukan yang bersifat tetap tidak berubah sepanjang masa, kuat dan terlekat pada kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Apalagi Pancasila itu tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 yang dengan jalan hukum tak dapat diubah. Atas dasar itu maka kedudukan Pancasila itu bersifat “abadi” bagi bangsa  dan negara Indonesia.

2.      Kedudukan Pancasila Bagi Bangsa Indonesia
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia :
a.       Sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara.
b.      Bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum.
c.       Merupakan kaidah negara yang fundamental, yaitu bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan harus bersumber pada Pancasila.

a)      Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa :
Merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara agar dapat :
1.      Mampu berdiri kokoh,
2.      Dapat mengetahui arah tujuan dalam mengenal dan memecahkan masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan) yang dihadapi oleh bangsa, dan
3.      Tidak terombang ambing oleh keadaan apapun, termasuk dalam era global dewasa ini.
b)     Pancasila Sebagai Ligatur Bangsa Indonesia
Kata “ligatur” berasal dari bahasa Latin – ligatura – yang berarti sesuatu yang mengikat. Prof. Dr. Roland Peanok, memberi makna ligatur sebagai “ikatan budaya” atau cultural bond.
Jadi, ligatur merupakan ikatan budaya yang berkembang secara alami dalam kehidupan masyarakat, tidak karena paksaan yang dipandang perlu dan penting untuk menjaga keutuhan dan kesatuan masyarakat.
Pancasila sebagai lagatur bangsa Indonesia, mampu
memenuhi kriteria :
1.      Memiliki daya ikat bangsa yang mampu menciptakan suatu bangsa dan negara yang kokoh,
2.      Nilai-nilai Pancasila, telah difahami dan diyakini oleh masyarakat, yang selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya rasa paksaan.
c)      Pancasila Jati Diri Bangsa Indonesia
Pancasila merupakan prinsip dasar dan nilai dasar yang mempribadi (living reality), sehingga sekaligus merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dlm menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.
Jati diri bangsa Indonesia bersifat khusus, otentik dan orisinil yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
3.      Fungsi dan Peranan Pancasila
Pancasila mempunyai berbagai fungsi dan peranan, antara lain:
a.       Sebagai pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila dipakai sebagai petunjuk hidup sehari-hari;
b.      Dasar filsafat negara, yakni Pancasila dipakai sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan  negara;
c.       Ideologi negara (nasional), yakni Pancasila merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh negara;
d.      Etika politik di Indonesia;
e.       Etos budaya (sifat, nilai, dan adat-istiadat khas yg memberi watak kepada kebudayaan suatu golongan sosial dl masyarakat);
f.       Sebagai paradigma pembangunan nasional.

C.    Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat
1.      Pengertian Filsafat
Falsafah atau filsafat berasal dari kata Yunani: “Philos” dan “sophia”. Philos artinya mencari atau mencintai; sedang sophia artinya kebijakan atau kebenaran. Jadi kata majemuk “Philosophia” kira-kira berarti: “daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran dan kebijakan.[5]
Dari Istilah tersebut jelaslah bahwa orang yang berfalsafah ialah orang yang mencintai kebenaran atau mencari kebenaran, bukan memiliki kebenaran. Falsafah adalah hasil pemikiran manusia secara teratur dan sedalam-dalamnya dalam usaha menemukan hakikat sesuatu atau kebenaran yang sedalam-dalamnya.
Apabila falsafah bertujuan untuk menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya, maka falsafah hidup bertujuan untuk menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya yang dapat dipergunakan sebagai pegangan hidup dan pedoman hidup agar bangsa Indonesia mendapatkan kebahagiaan, yaitu kebahagiaan lahir batin dunia akhirat.
2.      Falsafah Pancasila sebagi falsafah hidup
Falsafah Pancasila sebagai falsafah hidup, ialah filsafat yang dipergunakan sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.Falsafah pancasila adalah falsafah untuk diamalkan dalam hidup sehari-hari, dalam segala bidang kehidupan dan penghidupannya.[6]
Falsafah Pancasila yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia merupakan ciri-ciri khas dari bangsa Indonesia. Falsafah Pancasila adalah hakikat pencerminan kebudayaan bangsa Indonesia, yaitu hakikat pencerminan dan peradaban, keadaban kebudayaan, cermin keluhuran budi dan kepribadian yang berurat-berakar dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan sendiri.
D.    Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai Dasar Negara dijelaskan sebagai berikut:
a)      Pancasila sebagai Dasar Negara berarti Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara, dan dalam hal ini Pancasila sebagai dasar negara merupakan “Sumber dari segala sumber hukum” dalam negara Republik Indonesia.
b)     Pancasila sebagai Dasar Negara adanya sejak tanggal 18 Agustus 1945, yaitu saat disahkannya Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI, dimana tercantum Pancasila sebagai Dasar Negara.
c)      Pancasila sebagai Dasar Negara yang merupakan sumber dari segala sumber hukum itu dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, sehingga mempunyai sanksi hukum terhadap pelanggarannya.
d)     Pancasila sebagai Dasar Negara tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental secara hukum tidak dapat diubah.                                                                         

E.     Makna Pancasila Sebagai Etika Politik
a)      Pengertian Nilai, Moral dan Norma
1.      Nilai menurut Kamus Poerwadaminto berarti: sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Prof.Dardji Darmodiharjo, S.H., dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Filsafat Pancasila” menyatakan: Nilai (value) termasuk dalam pokok bahasan penting dalam filsafat. Persoalan nilai dibahas dalam salah satu cabang filsafat, yaitu Aksiologi (Filsafat Nilai). Nilai biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda yang abstrak, yang dapat diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan(goodness).[7]
2.      Moral menurut Kamus Poerwodarminto berarti: Ajaran tentang baik buruknya perbuatan  dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya).
Menurut Prof. Notonagoro, S.H., moral (nilai kebaikan) yang bersumber pada kehendak(karsa) manusia.[8]
3.      Norma menurut kamus Poerwodarminto berarti: Ukuran (untuk menentukan sesuatu)
Dalam diktat “Kepemimpinan Kejuangan” yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) UPN “Veteran” Jakarta tahun 1997, norma diartikan sebagai berikut: “Pettunjuk-petunjuk, kaidah-kaidah, aturan-aturan yang mengatur tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kesadaran atas sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi”.[9]
b)     Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis
1.      Nilai Dasar, adalah nilai yang dituju atau diinginkan oleh semua manusia, yang didasarkan pada kodrat manusia, yang merupakan pencerminan kemanusiaan, yang satu sama lain saling terkait, yang selalu diperjuangkan oleh umat manusia karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga yang dapat memberikan kepuasan batin.

2.      Nilai Instrumental, adalah keseluruhan nilai yang dipedomani di dalam sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya serta sistem Hankam, yang bersumber pada Nilai Dasar dan bersifat berubah.

3.      Nilai Praktis adalah nilai implisit yang terkandung dalam sikap, perilaku serta perbuatan manusia sehari-hari, yang merupakan perwujudan dari pengalaman nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
F.     Makna dan Implementasi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
1.      Arti Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk, yaitu idea dan logus, yang berasal dari bahasa Yunani eidos dan logos. Secara sederhana, Ideologi berarti gagasan yang berdasarkan pemikiran sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filasafat. Dalam arti kata luas, istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam artian ini, ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit, ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Artinya ini disebut juga ideologi tertutup.[10]

2.      Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Ideologi Negara adalah erat hubungannya dengan Dasar Negara. Apabila Dasar Negara menekankan kepada pengertian pondamen-pondamennya negara sebagai Perubahan Bangsa, maka ideologi negara lebih menekankan kepada keseluruhan pancarannya pondamen-ponda[11]men itu ke dalam cita-cita yang mengisi Perubahan Bangsa itu.
Pancasila sebagai ideologi nasional, dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, hukum dan Negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.[12]
Sesuai dengan semangat yang terbaca dalam Pembukaan UUD 1945, Ideologi Pancasila yang merupakan Dasar Negara itu berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan negara Republik Indonesia maupun dalam proses pencapaian tujuan negara tersebut. Ini berarti bahwa tujuan negara yang secara material dirumuskan sebagai:”Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terrwujudnya masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera sesuai dengan semngat dan nilai-nilai Pancasila.
3.      Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal.[13] Keterbukaan bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah yang baru.
Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a)      Realitas, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakat, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati, bahwa nilai-nilai dasar itu dimiliki bersama dengan begitu, nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam dan berakar dalam masyarakatnya.[14]
b)      Idealisme. Pancasila mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Cita-cita tersebut berisi harapan yang masuk akal, bukanlah angan-angan yang tidak mungkin sama sekali untuk direalisasikan.[15]
c)      Fleksibelitasisme. Melalui pemikiran baru dalam dirinya, ideologi itu memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu kira disimpulkan bahwasuatu ideologi terbuka, karena itu memiliki apa yang mungkin dapat kita sebut yang dinamakan dinamika mengandung dan merangsang mereka yang meyakininya untuk pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya tanpa khawatir atau curiga akan kehilangan hakikat dirinya.[16]
G.    Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
Cita-cita bangsa Indonesia tidak mungkin terjadi tanpa pembangunan. Jadi, hanya pembangunanlah sarana untuk mencapai cita-cita yang mulia, yang sekaligus menjadi tujuan nasional itu.Selanjutnya sebagai petunjuk untuk melakukan pembangunan, perlu adanya rambu-rambu yang harus ditaati. Untuk itu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia menetapkan norma-norma pembangunan itu dalam bentuk Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan Nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memerhatikan tantangan perkembangan global.
Keseluruhan  semangat, arah, dan garis pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan utuh, yang meliputi:
1)      Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tanggung jawab bersama dari seluruh golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakkan landasan spiritual, moral dan etik yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai penngamalan Pancasila.
2)      Pengamalan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang antara lain mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warganegara, serta penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidakadilan dari muka bumi.
3)      Pengamalan Sila Persatuan Indonesia, yang antara mencakup peningkatan pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara, sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
4)      Pengamalan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang antara lain mencakup upaya makin menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi Pancasila yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis, mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab politik warganegara, serta menggairahkan rakyat dalam proses politik.
5)      Pengamalan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang antara lain mencakup upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kesuluruhan.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Implementasi nilai-nilai Pancasila mendorong peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan nasional. Pada tingkat penyelenggara, SDM yang berkualitas mampu merumuskan peraturan perundangan atau kebijakan dalam penguatan fungsi lembaga-lembaga negara, otonomi daerah dan pengelolaan sumberdaya alam. Pada tingkat pelaku ekonomi atau masyarakat, SDM berkualitas lahir seiring dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dalam bidang pembangunan perkotaan, ekowisata dan infrastruktur. Kualitas itu akan lahir dari manusia yang berkarakter religius, percaya diri, dan memiliki etos kerja yang tinggi. SDM berkualitas inilah yang menjalankan penyelenggaraan negara maupun sebagai pelaku pembangunan, yang lebih berorientasi kepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat bangsa sebagai manusia.

B.     SARAN
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.



DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Kabul, 2009, PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi, Bandung: ALFABETA.
Darmadi, Hamid, 2013, Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tingg,. Bandung: ALFABETA.
Kaelan, 2002, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Tamburaka, Rustam E, 1995, Pendidikan Pancasila: tinjauan filsafat pancasila serta etika profesi beerdasarkan Pancasila, Jakarta: Pustaka Jaya.
Taniredja, Tukiran, 2013, Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa, Jakarta: ALFABETA.
Rahayu, Ani Sri, 2013, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi Aksara.


[1] Tukiran Taniredja, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa, (Bandung: ALFABETA, 2013), 34.
[2] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 35.
[3] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 36.
[4] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 36-37.
[5] Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, (Bandung: ALFABETA, 2009), 126.
[6] Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, 126.
[7] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, 139.
[8] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, 140.
[9] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, 140.
[10] Hamid Darmadi, Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, (Bandung: ALFABETA, 2013), 56.
[11] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi, 130.
[12] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 59.
[13] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 61.
[14]Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 62.
[15] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 62.
[16] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar