BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kepribadian Pancasila yang telah tumbuh dan pada proses
pembelajaran di perguruan tinggi, diharapkan terus berkembang menjadi
kepribadian bangsa yang solid, sehingga dimanapun manusia Indonesia berada akan
tampil sebagai duta bangsa yang baik.
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa-mahasiswi memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya secara santun, jujur dan demokratis serta
ikhlas.Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
patriotisme, cinta tanah air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara.
Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diatasi dengan pemikiran yang
berdasarkan Pancasila.
Mempelajari pancasila bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang
beragama dengan sikap dan perilaku yang memiliki tanggung jawab sesuai dengan
hati nuraninya, mampu mengenali masalah hidup dan cakap dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, mengenali perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, serta memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi. Melalui pendidikan
Pancasila ini warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami,
menganalisis dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan
sehari-hari.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apa pengertian pancasila?
b.
Apa kedudukan, fungsi dan peranan pancasila?
c.
Pancasila dalam pendekatan filsafat?
d.
Apa makna pancasila sebagai dasar negara?
e.
Apa makna pancasila sebagai etika politik?
f.
Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional dan bagaimana
pengimplementasiannya sebagai ideologi nasional?
g.
Bagaimana pancasila berperan sebagai paradigma pembangunan
nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PANCASILA
1.
Secara Etimologis
Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa
Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima.
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh Secara etimologis
kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yangmemiliki arti secara
harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila
mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.Dalam ajaran Budha terdapat
ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan
mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah
Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila
menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati,
meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan
minum-minuman keras.
Melalui
penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga
ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam
buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan
raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit
runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha
(Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5)
: mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok
(minuman keras/candu), main (berjudi).
Sidang BPUPKI
pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang
tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang
mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang
didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara.Walaupun dalam
Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan
dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara
yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara
historis proses perumusan Pancasila adalah:
a.
Mr. Muhammad Yamin
Pada
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan
lima asas dasar negara sebagai berikut :
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat[1]
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar
negara sebagai berikut :
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan persatuan Indonesia
3.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b.
Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima
dasar negara sebagai berikut :
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3. Keseimbangan
lahir dan bathin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan rakyat[2]
c.
Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai
berikut :
1.
Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3.
Mufakat atau Demokrasi
4.
Kesejahteraan Sosial
5.
Ketuhanan yang berkebudayaan[3]
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri
Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha
Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang
intinya adalah “gotong royong”.
d.
Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat
Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[4]
B.
Kedudukan, Fungsi dan Peranan
Pancasila
1.
Kedudukan Pancasila
Pancasila mempunyai kedudukan yang bersifat
tetap tidak berubah sepanjang masa, kuat dan terlekat pada kehidupan bangsa dan
negara Indonesia. Apalagi Pancasila itu tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945
yang dengan jalan hukum tak dapat diubah. Atas dasar itu maka kedudukan
Pancasila itu bersifat “abadi” bagi bangsa
dan negara Indonesia.
2.
Kedudukan Pancasila Bagi Bangsa Indonesia
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia :
a.
Sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan
penyelenggaraan negara.
b.
Bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah
oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum.
c.
Merupakan kaidah negara yang fundamental,
yaitu bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi),
dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan harus bersumber pada
Pancasila.
a)
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa :
Merupakan pedoman dan pegangan dalam
pembangunan bangsa dan negara agar dapat :
1.
Mampu berdiri kokoh,
2.
Dapat mengetahui arah tujuan dalam mengenal
dan memecahkan masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan) yang dihadapi oleh bangsa, dan
3.
Tidak terombang ambing oleh keadaan apapun,
termasuk dalam era global dewasa ini.
b)
Pancasila Sebagai Ligatur Bangsa Indonesia
Kata “ligatur” berasal dari bahasa Latin – ligatura
– yang berarti sesuatu yang mengikat. Prof. Dr. Roland Peanok, memberi
makna ligatur sebagai “ikatan budaya” atau cultural bond.
Jadi, ligatur merupakan ikatan budaya yang
berkembang secara alami dalam kehidupan masyarakat, tidak karena paksaan yang
dipandang perlu dan penting untuk menjaga keutuhan dan kesatuan masyarakat.
Pancasila sebagai lagatur bangsa Indonesia,
mampu
memenuhi kriteria :
1.
Memiliki daya ikat bangsa yang mampu
menciptakan suatu bangsa dan negara yang kokoh,
2.
Nilai-nilai Pancasila, telah difahami dan
diyakini oleh masyarakat, yang selanjutnya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari tanpa adanya rasa paksaan.
c)
Pancasila Jati Diri Bangsa Indonesia
Pancasila merupakan prinsip dasar dan nilai
dasar yang mempribadi (living reality), sehingga sekaligus merupakan
jati diri bangsa Indonesia.
Jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang
berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep,
prinsip dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan
statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang
bersangkutan dlm menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.
Jati diri bangsa Indonesia bersifat khusus,
otentik dan orisinil yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
3.
Fungsi dan Peranan Pancasila
Pancasila mempunyai berbagai
fungsi dan peranan, antara lain:
a. Sebagai pandangan
hidup bangsa, yakni Pancasila dipakai sebagai petunjuk hidup sehari-hari;
b. Dasar filsafat
negara, yakni Pancasila dipakai sebagai landasan penyelenggaraan
pemerintahan negara;
c. Ideologi negara
(nasional), yakni Pancasila merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh
negara;
d. Etika politik di
Indonesia;
e. Etos budaya
(sifat, nilai, dan adat-istiadat khas yg memberi watak kepada kebudayaan suatu golongan
sosial dl masyarakat);
f. Sebagai paradigma
pembangunan nasional.
C.
Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat
1.
Pengertian Filsafat
Falsafah atau filsafat berasal dari kata Yunani: “Philos” dan
“sophia”. Philos artinya mencari atau mencintai; sedang sophia artinya
kebijakan atau kebenaran. Jadi kata majemuk “Philosophia” kira-kira berarti:
“daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran dan kebijakan.[5]
Dari Istilah tersebut jelaslah bahwa orang yang berfalsafah ialah
orang yang mencintai kebenaran atau mencari kebenaran, bukan memiliki
kebenaran. Falsafah adalah hasil pemikiran manusia secara teratur dan
sedalam-dalamnya dalam usaha menemukan hakikat sesuatu atau kebenaran yang
sedalam-dalamnya.
Apabila falsafah bertujuan untuk menemukan kebenaran yang
sedalam-dalamnya, maka falsafah hidup bertujuan untuk menemukan kebenaran yang
sedalam-dalamnya yang dapat dipergunakan sebagai pegangan hidup dan pedoman
hidup agar bangsa Indonesia mendapatkan kebahagiaan, yaitu kebahagiaan lahir
batin dunia akhirat.
2.
Falsafah Pancasila sebagi falsafah
hidup
Falsafah Pancasila sebagai falsafah hidup, ialah filsafat yang
dipergunakan sebagai pegangan, pedoman atau petunjuk oleh bangsa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari.Falsafah pancasila adalah falsafah untuk diamalkan
dalam hidup sehari-hari, dalam segala bidang kehidupan dan penghidupannya.[6]
Falsafah Pancasila yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia
merupakan ciri-ciri khas dari bangsa Indonesia. Falsafah Pancasila adalah
hakikat pencerminan kebudayaan bangsa Indonesia, yaitu hakikat pencerminan dan
peradaban, keadaban kebudayaan, cermin keluhuran budi dan kepribadian yang
berurat-berakar dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan sendiri.
D.
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila
sebagai Dasar Negara dijelaskan sebagai berikut:
a)
Pancasila sebagai Dasar Negara berarti Pancasila dipergunakan
sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara, dan dalam hal ini
Pancasila sebagai dasar negara merupakan “Sumber dari segala sumber hukum”
dalam negara Republik Indonesia.
b)
Pancasila sebagai Dasar Negara adanya sejak tanggal 18 Agustus
1945, yaitu saat disahkannya Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI, dimana tercantum
Pancasila sebagai Dasar Negara.
c)
Pancasila sebagai Dasar Negara yang merupakan sumber dari segala
sumber hukum itu dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia, sehingga mempunyai sanksi hukum terhadap pelanggarannya.
d)
Pancasila sebagai Dasar Negara tercantum di dalam Pembukaan UUD
1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental secara hukum tidak dapat
diubah.
E.
Makna Pancasila Sebagai Etika
Politik
a)
Pengertian Nilai, Moral dan Norma
1.
Nilai menurut Kamus Poerwadaminto berarti: sifat-sifat atau hal-hal yang
penting atau berguna bagi kemanusiaan. Prof.Dardji Darmodiharjo, S.H., dalam
salah satu tulisannya yang berjudul “Filsafat Pancasila” menyatakan: Nilai
(value) termasuk dalam pokok bahasan penting dalam filsafat. Persoalan nilai
dibahas dalam salah satu cabang filsafat, yaitu Aksiologi (Filsafat Nilai).
Nilai biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda yang abstrak, yang dapat
diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan(goodness).[7]
2.
Moral menurut Kamus Poerwodarminto berarti: Ajaran tentang baik buruknya
perbuatan dan kelakuan (akhlak,
kewajiban dan sebagainya).
Menurut Prof. Notonagoro, S.H., moral (nilai kebaikan) yang
bersumber pada kehendak(karsa) manusia.[8]
3.
Norma menurut kamus Poerwodarminto berarti: Ukuran (untuk menentukan
sesuatu)
Dalam diktat “Kepemimpinan Kejuangan” yang dikeluarkan oleh Lembaga
Pengabdian pada Masyarakat (LPM) UPN “Veteran” Jakarta tahun 1997, norma
diartikan sebagai berikut: “Pettunjuk-petunjuk, kaidah-kaidah, aturan-aturan
yang mengatur tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan kesadaran atas sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai
untuk dipatuhi”.[9]
b)
Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai
Praktis
1.
Nilai Dasar, adalah nilai yang dituju atau diinginkan oleh semua manusia, yang
didasarkan pada kodrat manusia, yang merupakan pencerminan kemanusiaan, yang
satu sama lain saling terkait, yang selalu diperjuangkan oleh umat manusia
karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga yang dapat memberikan kepuasan
batin.
2.
Nilai Instrumental, adalah keseluruhan nilai yang dipedomani di dalam sistem politik,
sistem ekonomi, sistem sosial budaya serta sistem Hankam, yang bersumber pada
Nilai Dasar dan bersifat berubah.
3.
Nilai Praktis adalah nilai implisit yang terkandung dalam sikap, perilaku serta
perbuatan manusia sehari-hari, yang merupakan perwujudan dari pengalaman
nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
F.
Makna dan Implementasi Pancasila Sebagai
Ideologi Nasional
1.
Arti Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk, yaitu idea dan logus, yang berasal dari bahasa Yunani eidos dan logos. Secara
sederhana, Ideologi berarti gagasan yang berdasarkan pemikiran sedalam-dalamnya
dan merupakan pemikiran filasafat. Dalam arti kata luas, istilah ideologi
dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan
keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam
artian ini, ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit, ideologi adalah
gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang
menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Artinya
ini disebut juga ideologi tertutup.[10]
2.
Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Ideologi Negara adalah erat hubungannya dengan Dasar Negara.
Apabila Dasar Negara menekankan kepada pengertian pondamen-pondamennya negara
sebagai Perubahan Bangsa, maka ideologi negara lebih menekankan kepada
keseluruhan pancarannya pondamen-ponda[11]men
itu ke dalam cita-cita yang mengisi Perubahan Bangsa itu.
Pancasila sebagai ideologi nasional, dapat diartikan sebagai suatu
pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia,
masyarakat, hukum dan Negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan
Indonesia.[12]
Sesuai dengan semangat yang terbaca dalam Pembukaan UUD 1945,
Ideologi Pancasila yang merupakan Dasar Negara itu berfungsi baik dalam
menggambarkan tujuan negara Republik Indonesia maupun dalam proses pencapaian
tujuan negara tersebut. Ini berarti bahwa tujuan negara yang secara material
dirumuskan sebagai:”Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terrwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera sesuai dengan semngat dan
nilai-nilai Pancasila.
3.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal.[13]
Keterbukaan bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi
mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah yang baru.
Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka karena memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
a)
Realitas, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam masyarakat, sehingga mereka
betul-betul merasakan dan menghayati, bahwa nilai-nilai dasar itu dimiliki
bersama dengan begitu, nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam dan berakar
dalam masyarakatnya.[14]
b)
Idealisme. Pancasila mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Cita-cita
tersebut berisi harapan yang masuk akal, bukanlah angan-angan yang tidak
mungkin sama sekali untuk direalisasikan.[15]
c)
Fleksibelitasisme. Melalui pemikiran baru dalam dirinya, ideologi
itu memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu kira disimpulkan
bahwasuatu ideologi terbuka, karena itu memiliki apa yang mungkin dapat kita
sebut yang dinamakan dinamika mengandung dan merangsang mereka yang meyakininya
untuk pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya tanpa khawatir atau curiga akan
kehilangan hakikat dirinya.[16]
G.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional
Cita-cita bangsa Indonesia tidak mungkin terjadi tanpa pembangunan.
Jadi, hanya pembangunanlah sarana untuk mencapai cita-cita yang mulia, yang
sekaligus menjadi tujuan nasional itu.Selanjutnya sebagai petunjuk untuk
melakukan pembangunan, perlu adanya rambu-rambu yang harus ditaati. Untuk itu
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia menetapkan norma-norma pembangunan itu dalam bentuk Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia,
dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan
Nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
memerhatikan tantangan perkembangan global.
Keseluruhan semangat, arah,
dan garis pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan semua sila Pancasila
secara serasi dan sebagai kesatuan utuh, yang meliputi:
1)
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup
tanggung jawab bersama dari seluruh golongan beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakkan landasan
spiritual, moral dan etik yang kokoh bagi pembangunan nasional sebagai
penngamalan Pancasila.
2)
Pengamalan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang antara lain
mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi warganegara, serta
penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidakadilan dari muka bumi.
3)
Pengamalan Sila Persatuan Indonesia, yang antara mencakup
peningkatan pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia, masyarakat,
bangsa dan negara, sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
4)
Pengamalan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, yang antara lain mencakup upaya makin
menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi Pancasila yang makin
mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis, mengembangkan kesadaran dan
tanggung jawab politik warganegara, serta menggairahkan rakyat dalam proses
politik.
5)
Pengamalan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang
antara lain mencakup upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kesuluruhan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Implementasi
nilai-nilai Pancasila mendorong peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan
nasional. Pada tingkat penyelenggara, SDM yang berkualitas mampu merumuskan peraturan
perundangan atau kebijakan dalam penguatan fungsi lembaga-lembaga negara,
otonomi daerah dan pengelolaan sumberdaya alam. Pada tingkat pelaku ekonomi
atau masyarakat, SDM berkualitas lahir seiring dengan peningkatan kesejahteraan
ekonomi dalam bidang pembangunan perkotaan, ekowisata dan infrastruktur.
Kualitas itu akan lahir dari manusia yang berkarakter religius, percaya diri,
dan memiliki etos kerja yang tinggi. SDM berkualitas inilah yang menjalankan
penyelenggaraan negara maupun sebagai pelaku pembangunan, yang lebih
berorientasi kepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat bangsa
sebagai manusia.
B.
SARAN
Pancasila hendaknya disosialisasikan
secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi
terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan
mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara
ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat
sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyono, Kabul, 2009, PENDIDIKAN
PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi, Bandung: ALFABETA.
Darmadi, Hamid, 2013, Urgensi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tingg,. Bandung: ALFABETA.
Kaelan, 2002, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Tamburaka, Rustam E, 1995, Pendidikan Pancasila: tinjauan
filsafat pancasila serta etika profesi beerdasarkan Pancasila, Jakarta: Pustaka
Jaya.
Rahayu, Ani Sri, 2013, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Tukiran Taniredja, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila untuk
Mahasiswa, (Bandung: ALFABETA, 2013), 34.
[2] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 35.
[3] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 36.
[4] Tukiran, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, 36-37.
[5] Kabul
Budiyono, Pendidikan Pancasila untuk
perguruan tinggi, (Bandung: ALFABETA, 2009), 126.
[6] Kabul
Budiyono, Pendidikan Pancasila untuk
perguruan tinggi, 126.
[7] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi,
139.
[8] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi,
140.
[9] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi,
140.
[10] Hamid Darmadi,
Urgensi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, (Bandung:
ALFABETA, 2013), 56.
[11] Kabul, Pendidikan Pancasila untuk perguruan tinggi,
130.
[12] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 59.
[13] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 61.
[14]Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 62.
[15] Hamid, Urgensi
Pendidikan Pancasila, 62.
[16] Hamid, Urgensi Pendidikan Pancasila, 62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar